Tuesday, January 23, 2007

Sepatu Hak dan Dufan...

Tahun 2004, akhirnya gue ke Jakarta lagi. Setelah berpuluh – puluh tahun gue engga menginjakkan kaki di sana. Dan the strange thing is, gue ke Jakarta sehari setelah Bom Kuningan meledak. Jadi, beragam tanggapan temen gue pas denger kalo gue mau ke Jakarta.

“ loe ga takut dibom lagi ? “ ( gue masi senyum )

Jakarta ga aman loh sekarang “ ( gue masi senyum )

“ ntar kalo loe kena bom gimana “ ( gue berusaha untuk senyum dengan sedikit miris, kok temen gue ngarepin gue mati )

Akhirnya, dengan pertimbangan “ makan bakso juga bisa kesedak terus mati “ gue dan tim tetep berangkat ke Jakarta. Sebenernya yang gue maksud dengan tim adalah kakak perempuan gue, tante plus her family and nenek.

Nah, buat anak – anak kecil dari tante gue. Ini adalah pertama kali mereka ke Jakarta. Pasti dong mereka seneng banget. Dan seperti yang semua udah tahu, ke mana tujuan orang yang pertama kali ke Jakarta ? Pasti ke DUFAN. Dan, itu memang juga tujuan utama dari tante gue.

Buat sekedar info, kunjungan gue ke Jakarta ini cuma buat 3 hari. Jadi, gue cuma siapin baju n celana panjang n 1 buah sepatu hak. Untuk lebih exactnya sepatu gue itu kayak sepatu fantofel yang sering dipake orang kerja tapi bentukknya engga seformal itu.

Nah, kita sepakat buat berangkat ke DUFAN pas hari Sabtu. Di pagi hari ini, gue masi bisa ngakak – ngakak dengan gembira ( note = gue bukan gila, tapi rumus dari liburan kan memang harus bahagia ). Tante gue juga gembira, soalnya anakknya sempat dikira Samuel yang juara AFI Junior. Langsung deh meski engga tahu Samuel itu yang mana, tersenyum – senyum tanpa arti tante gue.

Ya iyalah tante gue langsung seneng, coba kalo anakknya dibilang mirip buaya..baru deh dia ga bakal seneng

Sekilas info yang ga penting = gue sempat papasan ma Tantowi Yahya di hotel. ( ga penting ya ? yah kan memang gue bilang engga penting..)

Sampai di DUFAN, ternyata masi belum buka bo’. Tapi gue masi gembira ria kokwaktu nunggu itu. Meskipun sekarang setelah gue pikir – pikir baju yang gue pake waktu itu kayakknya salah kostum banget. Gue pake celana jeans sama baju lengan panjang. Memang efektif untuk menghindari sengatan matahari tapi alhasil hari itu gue keringetan tanpa henti dan gue engga mau difoto ( gengsilah kalo fotonya jelek..).

Ini sih belum seberapa menyiksa gue. Yang paling menyiksa pas itu adalah sepatu yang gue pake. Wah, setengah jam di DUFAN gue masi seneng ma tu sepatu. Istilah norakknya masi cinta mati ma sepatu gue. Nah ketika gue udah banyak jalan dan ngantri buat naik wahana. Baru gue merasa sesuatu yang berbeda dengan sepatu gue. KAKI GUE SAKITTTTT…gila, gue ga pernah merasa tersiksa karena sepatu sampai hari itu. Kalau harus dideskripsikan mungkin waktu itu sakitnya adalah campuran dari nyut-nyutan, kram dan salah otot. Semua jadi satu…

Alhasil, gue pelan banget jalannya sembari berusaha menunjukkan wajah FUN dan COOL. Penderitaan engga sampe situ. Ketika gue denger kalo udah mau balik, gue seneng bukan main. Mungkin perasaan gue kayak menemukan uang 1 juta di jalan. Nah, ini juga pelajaran bagi kalian. Biasakan untuk ngomong dengan jujur.

Pas naik taksi, gue dah mau bilang

“ ke hotel santika, pak “

tapi apa daya, kalimat itu tidak pernah terucapkan saat itu. Yang ada malah kalimat :

“ WTC Mangga Dua, Pak “

nenek gue mau ke sana buat belanja. Dalam hati gue udah pingin nangis beneran. Satu, karena kaki gue sakit bukan main. Dua, gue udah keringetan ga karuan.

Tapi, apa daya. Bukankah kita harus menuruti kemauan orang tua ? Itulah yang akhirnya gue lakukan. Terseok – seok di WTC Mangga Dua dengan sepatu yang sekarang akhirnya dah gue buang…….

Jadi, pesen gue..tolong jangan pake sepatu hak di DUFAN kecuali loe mau salah urat.

Saturday, October 21, 2006

Film.Indonesia

Hari ini, saya baru saja menonton another Indonesian Film. Judulnya : DENIAS senandung di atas awan. Tertarik ? Jujur, awalnya saya biasa saja terhadap film ini. Bukan apa - apa. Tapi memang saya sedikit skeptis dengan film - film Indonesia akhir - akhir ini. Kebanyakan film Indonesia tidak pernah menyoroti isu-isu sosial dan hanya berbicara tentang cinta...cinta dan cinta. Apakah saya benci dengan cinta ?
Tidak...tapi memang film - film Indonesia dan ratusan film - film lainnya seakan - akan mengedepankan tema cinta. Bosan ? Jelas. Tapi, herannya justru film - film tipe inilah yang mencetak box office. Semua tentu masih ingat, bagaimana Ada Apa Dengan Cinta, Eiffel I’m in Love mencetak sukses yang luar biasa. Bukan berarti saya mengecilkan arti dari kedua film tersebut. AADC menurut saya adalah awal dari kebangkitan dunia perfilman Indonesia yang sudah lama tertidur pulas. Sayangnya, perkembangan ini tidak diikuti dengan hal yang positif. Akibatnya ? Jelas, tidak ada film yang mencetak box office seperti kedua film ini. Penonton sudah bosan dengan tema - tema serupa yang kemudian mempunyai alur yang serupa. Bahkan, kemudian berimbas film - film yang mempunyai kualitas yang bagus seperti Berbagi Suami yang jelas menyoroti fenomena sosial di Indonesiapun tidak mampu mencetak sukses. Ironisnya, justru film ini berjaya di pentas internasional ?
Ada Apa Dengan Penonton Indonesia ?

Mengapa saya akhirnya menonton ?
Mungkin saya harus berterima kasih kepada orang tua saya. Mereka yang pertama kali memutuskan untuk menonton film ini. Dan, setelah film selesai. Tidak ada perasaan menyesal sedikitpun alias PUAS.

Saya percaya, sebuah film seharusnya tidak hanya sebagai pengeruk keuntungan semata, tapi sebuah film harus mampu memberikan pembelajaran. Terlalu muluk ? Mungkin. Tapi saya sendiri mengalaminya. Begitu juga ketika saya menonton Denias. Film ini tidak hanya memberikan pengetahuan tapi juga memberikan pertanyaan - pertanyaan. Ketika ibu Denias meninggal, adat di papua mengharuskan ayah Denias untuk dipotong jarinya. Menakutkan ? Iya, tapi ini jelas suatu pengetahuan lebih. Bagaimana mungkin adat dari negara kita sendiri kita tidak mengetahuinya. Justru dari film ini kita bisa tahu. Meskipun cuma sedikit tapi itu adalah proses belajar. Ditambah lagi pemandangan - pemandangan PAPUA yang indah. Saya yakin tidak banyak tahu potensi dari PAPUA. Kebanyakan dari kita hanya tahu PAPUA identik dengan Freeport. Padahal PAPUA lebih dari itu. Kemudian, saya merasa kalimat - kalimat di film ini serasa menggelitik kita.
Seperti kalimat Maleo untuk Denias yang pada intinya belajar itu tidak harus di sekolah, kita bisa belajar di mana saja. Jaman Sekarang, semua orang selalu mengedepankan suatu status formal yang kita raih. Padahal, banyak juga produk - produk dari sekolah justru tidak dapat berbuat banyak di masyarakat alias nol besar. Di sinilah, arti penting dari sekolah kemudian dipertanyakan kembali. Sudahkan sekolah memberikan sesuatu yang penting di dalam perkembangan bangsa ini ? Ditambah lagi dengan biaya skeolah yang cukup tinggi...
Kemudian, kata - kata dari Ibu Gembala ( Marcella Zalianty ) yang intinya ternyata di antara suku2 Papua sendiri masih ada yang bersifat membeda - bedakan. Bukankah ini keadaan negara kita sekarang. Kemerdekaan yang kita raih seakan - akan semu. Karena bangsa kita sulit untuk bisa akur. masih ada saling mencurigai, masih ada saling menikam dari belakang. Padahal kita semua bertitel sama : WARGA NEGARA INDONESIA.

Saya yakin, ketika film - film seperti Denias dibuat. keuntungan tidak akan datang dengan cepat. Tetapi, kemudian hal ini akan dipertanyakan lagi ? Keuntungan macam apa yang ingin kita peroleh ? Apakah kita mau membuat film yang profit saja. Atau film yang berkualitas dan penuh dengan pesan moral ?

Bagi anda yang sudah bosan dengan film CINTA. Just watch Denias. You’ll see something else.
-northern_st4r-

Saturday, September 09, 2006

badminton

Kali ini gue akan ngomong tentang badminton. Well, I have played badminton since elementary school or bahasa Indonesianya Sekolah Dasar. Sekitar kelas 3 atau 4 SD sudah diajarin ma bokap gimana cara mukul n megang raket, tp honestly kakakku yg lebih pinter nangkep pas ini. Terus, kelas 5 or 6 SD dimasukkin klub deket rumah sama my grandfather. That time, gue belom cinta ma olahraga ini. Suasana di klub itu juga ga mendukung ( menurutku ). Nah, di klub ini juga cuma sebentar. Alasannya, abis pulang latihan selalu capek.

Akhirnya, latihan badminton tetep jalan. Tapi kali ini cuma sekali seminggu, itupun main bareng bokap n kakakku. Kalo dihitung - hitung sampe sekarang 8 tahun lebih gue main bulutangkis tiap Sabtu. meski kadanga ada bolongnya tapi still, thats our routinity on Saturday. Nah pas kelas 3 SMP, kakak n gue akirnya les privat badminton. Gurunya tua udahan, tapi hebat banget. Namanya Pak Djat. Jangan pernah percaya orang yang mengatakan untuk menang di bulutangkis harus punya smash yang kuat. Thats not true. Guru gue ini bagus banget strokenya. Dan untuk melawan anak muda dia jarang banget pake smash, paling penempatan bola. Singkat cerita, bulutangkis gue maju gara-gara orang ini.
Tapi ya gitu 3 bulan les setelah itu gue berhenti. Alasan ya karena studi. Dan rutinitas gue tiap sabtu jalan terus.

Here are my bestfriends :
1. My bag


My bag. Pake yang gede karena isinya 5 raket. kan yang main bokap, gue terus kalo ada yang pinjem raket. Then ada shuttlecock juga 2 slop n handuk.Ini lapangan tempat gue main. Kalo siang pengapnya minta ampun. Total di gedung ini cuma ada 2 lapangan. Biasanya lapangan - lapangan ini banyak banget yang booking.


merk : Adidas dibeli sekitar 4/5tahun yang lalu. Meski udha agak rusak depannya still I use it for badminton. Kenapa ? Soalnay sepatu ini udah lentur lah. jadi enak. Dibanding harus beli sepatu baru lagi yang mahal..n kalo main badminton usahakan jangan nyekerlah ( nyeker = ga pake alas kaki )..susah euy mainnya kan bakal panas tu telapak kaki.

Thursday, August 24, 2006

quote.from.me

orang yang buta bukanlah orang yang tidak bisa melihat
tapi..
orang yang buta adalah orang yang tidak mau melihat keadaan sekitar meskipun matanta bisa melihat

Sunday, August 20, 2006

orang.indonesia.2

Duh, lama - lama gue bisa dipikir benci ma bangsa sendiri..huehuehue...but its ok. Yang gue bicarakan di sini adalah kebenaran kok.

Couple days ago, gue iseng2 browsing di forum indonesia idol. Topik yang paling hangat ya jelas tentang 2 finalis kita. Terus, ada yang bilang gini " untung deh Dirly engga menang, abis dia sombong sih " terus dibales lagi " kok bisa sombong ? " dijawab lagi " Abis dia yakin kalau dia adalah juara IDOL ".

Gue ampe terheran- heran dan akhirnya gue menemukan satu hal yang bisa mendukung pendapat gue kalo orang Indonesia itu aneh. Ketika orang lain memiliki optimisme dalam diri mereka orang Indonesia senantiasa mencemooh. Dicap sombong, ga tahu diri dll. Padahal, menurut gue pribadi. Hidup tanpa suatu optimisme adalah percuma. Memang, optimisme yang berlebihan akan juga menimbulkan hal yang negatif. Tapi, tetap tanpa suatu rasa optimis kita tidak akan berhasil. Bayangkan saja, bagaimana mungkin kita mendengarkan kata - kata orang yang tidak yakin dengan dirinya sendiri ?

Dan memang, percaya diri atau optimis itu hanya sekedar wacana di Indonesia. kalau tidak percaya, cobalah lihat di suatu kelas, ketika para siswa diberikan kesempatan untuk presentasi atau sekedar mengemukakan pendapat pasti tidak akan ada yang mengacungkan jari. Parahnya lagi, kalau adayang mengacungkan jari malah dianggap " Lihat tuh, sok banget sih ". Thats a weird thing that happens. A lot.

Jadi, pertanyaan gue.
" WOI ORANG INDO..KAPAN BISA BERPIKIRAN OPTIMISME ?"

Balonku.Ada.5..

hm, recently, saking nganggurnya..gue sampe mikir yang engga2 ( bukan porno loh ya..ih..amit2 deh ). Dan inilah salah satu buah kengangguran gue.

Semua pasti tahu kan lagu Balonku ? Kalo yang engga tahu kebangetan deh. Alias waktu kecil ngapain loe ??? Ya udah, kalo yang dikit2 inget sama lagunya, gue kasi lirikknya deh...
Balonku ada 5
Rupa2 warnanya
Merah kuning kelabu, merah muda dan biru
meletus balon HIJAU
DOORRR
Hatiku sangat kacau
Balonku tinggal 4, kupegang erat2...
Nah, udah kerasa aneh ga dengan lagu ini ? Hayo...ngeh ga kalo ada yang aneh di lagu ini...

Di lagu ini hal yang aneh adalah : Kok bisa yang meletus balon HIJAU, padahal anak itu cuma punya 5 balon dan engga ada yang warna HIJAU. Jadi, ada 2 kemungkinan yang terjadi..
1. Anak yang nyanyi engga bisa matematika, sehingga balon yang harusnya 6 biji dia itung jadi 5, atau..
2. Yup, pengarangnya bener2 teledor sehingga engga ngeh kalo diamembuat warna yang salah untuk meletus..

hayo, ada yang sadar ga ?


Tuesday, August 08, 2006

rasialisme.bullshit

akhir2 ini, gue bener2 resah. Banyak masalah yang rasanya jadi beban pikiran sekaligus ketakutan2 yang engga beralasan sebenernya. Ada beberapa isu2 yang membuat gue resah, ini salah satunya sih.

Sweeping di Makassar
Sweeping ini dilakukan beberapa mahasiswa U. Negeri makassar, U. Islam Negeri Alaudin, U. Muhammadiyah Makassar ke etnis Tiong Hoa. Apa masalahnya ? Ada pemerkosaan / kekerasan yang dilakukan sang majikan ke pembantu rumah tangga. Untuk informasi, perkara ini belum disidangkan tapi polisi sudah mengusut. Yang gue herankan, untuk apa to sebenarnya sweeping itu ?. Indonesia yang sudah merdeka ternyata cuma omongan di mulut. Nyatanya, rasialis itu masih ada di mana2 dan yang lebih memalukan mahasiswa yang merupakan wakil masyakarat dan penerus bangsa malah bersikap rasialis dan tidak berpikir dengan logika. Sekarang, kita harus sadar kasus perkosaan itu bisa dilakukan oleh siapapun dan tidak terbatas oleh etnis Tiong Hoa saja. bahkan, beberapa TKW kita ada yang diperkosa oleh majikannya di Arab Saudi dan malaysia. Nah, kenapa kok org malaysia dan Arab Saudi tidak diperlakukan sama ? Gue mengkritik bukan karena kenapa kok orang malaysia dan Arab Saudi tidak dibalas ? Nope, bukan itu. Bangsa ini harus mulai sadar bahwa satu perbuatan itu tidak tergantung dari etnis siapa yang melakukannya. Sweeping yang dilakukan mahasiswa2 tersebut terbukti orang indonesia ini masih mempunyai pola pikir " kalau bapakknya pencuri, anakknya jg pencuri ".

Padahal, kesalahan yang dilakukan sang majikan di Makassar itu pasti juga dikutuk oleh etnis Tiong Hoa. Pertama, etnis Tiong Hoa ini susah mendapat tempat di Indonesia sehingga perbuatan yang dilakukan oleh sang majikan tersebut pasti kita benci karena memperkeruh keadaan kita di Indonesia. Kedua, di manapun berdasarkan agama dan kesusilaan pemerkosaan itu adalah dosa, jadi tidak ada pembenaran kalo pemerkosaan itu dilakukan.

Jadi, pertanyaan gue ? Kapan Indonesia bebas dari rasialis dan penghakiman sendiri ? Kapan bangsa ini dewasa dan bisa meneirma perbedaan baik itu agama, dll ? Selama Bangsa ini masih seperti ini jangan mengharapkan Bangsa ini akan maju dan berbuat lebih di mata dunia. Bisanya Indonesia marah ke Israel tapi tidak marah ketika Warganya sendiri masih banyak melakukan rasialisme.